Minggu, 12 September 2010

mi al islam cerme pace

inklusi

Apakah Gangguan Spektrum Autisme (Autistic Spectrum Disorder) ?

Gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak dalam area interaksi sosial, komunikasi dan perilaku

Gangguan perilaku pada anak ini dikabarkan meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini. Penanganan yang diberikan untuk saat ini dalam bentuk terapi terpadu.

Saat ini, autisme menjadi perhatian oleh masyarakat dunia, terutama oleh PBB, sehingga dengan demikian telah ditetapkan tanggal 2 April sebagai Hari Peduli Autisme sedunia. Hal ini disebabkan jumlah penyandangnya yang makin meningkat. Dimana menurut penelitian di Amerika setiap 150 kelahiran terdapat 1 anak autistik (1:150) di Inggris 1:100, di Australia 1:50. Bagaimana dengan Indonesia ??

Sama dengan negara-negara lain, penyandang autistik di Indonesia juga terus bertambah. Mungkin ini ada hubungannya dengan kesadaran masyarakat akan adanya gangguan perkembangan ini. Sayangnya, belum ada data yang menunjukkan berapa persis angka penyandang autisme di Indonesia.

Kenali variant autisme

Spektrum autisme adalah gejala autisme, dalam bentuk yang paling ringan hingga yang berat. Ternyata, meningkatnya kasus autisme bukan hanya pada kasus autisme klasik ala Kanner saja, tetapi juga terdapat pada variant autisme yang lebih ringan seperti Sindroma Asperger (Asperger Syndrome) dan atipikal autisme.

Sindroma Asperger adalah gangguan neurologis yang dicirikan oleh pola spesifik dalam hal perilaku dan hambatan dalam keterampilan bersosialisasi dan berkomunikasi. Gejala yang nampak berupa kesulitan dalam bersosialisasi, sulit menerima perubahan, suka melakukan hal yang sama berulang-ulang, serta terobsesi dan sibuk sendiri dengan aktivitas yang menarik perhatian. Umumnya, tingkat kecerdasan si kecil baik atau bahkan lebih tinggi dari anak normal. Selain itu, biasanya ia tidak mengalami keterlambatan bicara.

Sedangkan atipikal autisme adalah jenis autisme yang tidak memenuhi kriteria gangguan autisme yang diisyaratkan oleh DSM-IV (Diagnostic and Statistic Manual = panduan dalam menegakkan diagnosa gangguan mental) Meski demikian, si kecil juga mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial dan berkomunikasi secara timbal balik. Mungkin juga ia tidak menunjukkan gejala yang khas. Atau bisa juga gejala-gejalanya lebih ringan dari penyandang autisme klasik.

Penanganan yang dilakukan

Agar anak dapat 'keluar' dari gangguan ini, diperlukan intervensi. Bentuk intervensi itu macam-macam, tergantung dari metode yang dianut oleh pusat penanggulangan masalah perilaku atau perkembangan anak. Salah satu penanganan anak dengan gangguan spektrum autisme adalah terapi perkembangan terpadu

Terapi ini terdiri dari terapi okupasi dengan penekanan pada terapi Sensory Integration (Integrasi Sensorik) yang dipadukan dengan metode Floor Time, dimana bentuk terapi ini diberikan setelah anak diketahui menyandang gangguan semua spektrum autisme, dengan tujuan meningkatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi dan berkomunikasi. Namun bila anak memerlukan, masih ditambah lagi dengan Strategi Visual yang baru diberikan bila anak sudah benar-benar siap menerima terapi ini.

Apakah Floor Time ? Secara harafiah, Floor Time adalah bermain di lantai. Metode bermain interaktif yang spontan dan menyenangkan bagi anak ini yang bertujuan mengembangkan interaksi dan komunikasi si kecil. Floor Time bisa dilakukan oleh siapapun yang merupakan orang-orang terdekat si kecil, mulai dari orang tua, terapis, kakek, nenek, maupun pengasuh si kecil.

Bagaimana bentuk permainannnya ? Bisa apa saja, yang penting permainannya interaktif dan komunikatif. Misal bermain pura-pura (orang tua menjadi singa, si kecil jadi mangsa) Sebaiknya metode ini dilakukan 6-10 kali sehari, masing-masing selama 20-30 menit. Lawan main anak harus sabar dan santai dalam melaksanakan metode ini. Sebab Floor Time bertujuan untuk membentuk komunikasi dua arah antara anak dan lawan bicaranya, serta mendorong munculnya ide dan membantu anak mampu berpikir logis. Agar bisa melakukan Floor Time dengan baik, orang tua perlu bimbingan psikolog yang paham dan berpengalaman dengan metode ini.

Lalu bagaimana dengan Strategi Visual ? Umumnya penyandang autisme lebih mampu berpikir secara visual. Jadi, ia lebih mudah mengerti apa yang dilihatnya daripada apa yang didengarnya. Oleh karena itu, Strategi Visual dipilih agar anak lebih mudah memahami berbagai hal yang ingin anda sampaikan. Biasanya, ia akan diperkenalkan pada berbagai aktivitas keseharian, larangan-aturan, jadwal, dan sebagainya lewat gambar-gambar. Misalnya, gambar urutan dari cara menggosok gigi, mencuci tangan, dan sebagainya.

Dengan Strategi Visual, diharapkan anak memahami situasi, aturan, mengatasi rasa cemas, serta mengantisipasi kondisi yang akan terjadi. Dengan cara ini, berbagai perilaku yang seringkali menyulitkan, seperti sulit berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas lain, sulit memahami urutan suatu aktivitas, rasa takut atau cemas jika tidak tahu apa yang akan dikerjakan atau yang terjadi, dan sebagainya bisa diminimalkan. Anak pun akan menunjukkan perilaku yang lebih sesuai dengan lingkungannya.

Diperlukan kerjasama dari semua pihak

Supaya gangguan spektrum autisme bisa diatasi secara optimal, diperlukan kerjasam yang erat antara orangtua, terapis, dokter, psikolog, serta guru di sekolah, jika anak bersekolah. Guru juga perlu tahu kalau penanganan anak autistik sangat berbeda dengan anak normal lainnya. Dengan demikian penanganan anak bisa lebih baik lagi.

Dalam kerja sama tim ini, orangtua adalah anggota tim yang paling memegang peranan terbesar. Karena orangtua adalah orang yang terdekat dengan anak. Untuk mencapai hasil yang diharapkan, semua ini sangat tergantung dari usaha orangtua.

Setiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya, terutama dalam pendidikan. Tetapi, jika anaknya berkebutuhan khusus bagaimana ??

Sebagai orangtua, kami juga menginginkan hal yang sama bagi anak – anak kami. Setelah anak kami yang pertama, Justin, didiagnosa sebagai penyandang autis saat berumur 2 tahun, kami belum berpikir mengenai pendidikan Justin. Kami hanya berusaha dan berusaha agar Justin bisa menjadi lebih baik kondisinya. Dengan berbagai terapi dan diet yang dijalaninya, Justin menjadi lebih baik. Saat berumur hampir 4 tahun, baru kami menyadari …….. Bagaimana sekolah untuk Justin ?

Karena kemajuan yang dialaminya, terapis – terapisnya memberi masukan bahwa Justin bisa dimasukkan ke sekolah umum. Jadi, kami mencoba memasukan Justin di sekolah umum swasta dekat rumah kami. Justin masuk Kelompok Bermain saat berumur 4 tahun. Di saat – saat pertama Justin memang sulit diatur, karena suasana ramai sehingga membuat Justin ‘overload’, hal ini membuat guru – guru kelasnya bingung. Karena kerjasama antar kami dan guru bisa terjalin dengan baik, Justin bisa dihadapi selama 1 semester pertama. Begitu memasuki semester kedua, Justin kami berikan guru pendamping (helper) yang bertujuan untuk mendampingi Justin selama berada di kelas. Hal ini kami lakukan karena Justin masih belum bisa duduk tenang dan konsentrasi di dalam kelas. Helper ini yang menjadi ‘jembatan’ antara Justin dan guru kelasnya serta berusaha untuk mengajarkan kemandirian bagi Justin.

Pendampingan ini terus berlangsung sampai di TKB. Karena Justin akan masuk SD, maka kami mulai mencari sekolah umum …….. Banyak sekolah yang menolak untuk menerima Justin, dikarenakan Justin yang belum bisa mandiri dan mengikuti kurikulum sekolah. Padahal kami memberikan alternatif bahwa kami akan memberikan guru pendamping di dalam kelas. Kami mencari mulai dari sekolah swasta sampai sekolah international, dan tidak ada satupun sekolah yang mau menerima Justin. Kami bahkan mulai berpikir untuk memasukkan Justin ke sekolah khusus. Tetapi hal ini tidak kami lakukan karena kami mau Justin bersosialisasi dengan anak – anak seumurannya.

Setelah mencari selama beberapa bulan, akhirnya kami menemukan sekolah yang mau menerima Justin, setelah berbicara dengan kepala sekolah, ternyata kami memiliki visi dan misi yang sama mengenai anak2 berkebutuhan khusus, hal inilah yang membuat kami memutuskan untuk memasukkan Justin ke sekolah tersebut, dengan tetap didampingi oleh helpernya.

Walau menggunakan kurikulum yang sama dengan anak2 kelas regular lainnya, tetapi anak-anak berkebutuhan khusus ini diberikan kelonggaran dalam mengikuti pelajarannya. Guru – guru sekolah pun cukup kooperatif dengan kami dan helpernya serta mau membantu Justin sehingga bisa lebih mandiri dalam belajar. Dengan pengetahuan mereka yang masih terbatas mengenai anak – anak berkebutuhan khusus ini, para guru berusaha untuk membuat Justin nyaman di sekolahnya. Sekarang Justin sudah duduk di kelas 2 dan menikmati sekolahnya ini.

Sekolah – sekolah inklusi memang masih belum banyak di Jakarta, apalagi seIndonesia. Hal inilah yang membuat kesulitan para orangtua dalam memberikan pendidikan terbaik bagi anak – anak mereka yang berkebutuhan khusus. Apalagi dengan makin bertambahnya jumlah anak – anak yang berkebutuhan khusus. Pandangan – pandangan negatif mengenai anak – anak ini yang masih banyak di kalangan masyarakat yang membuat anak – anak ini sulit untuk mendapatkan perlakuan yang sama dengan anak – anak normal lain.

Selain itu, masih ada hal – hal lain yang perlu diperhatikan dalam mendirikan suatu sekolah inklusi. Mulai dari fasilitas sekolah, tenaga ahli sampai kurikulum yang disesuaikan dengan anak.

Apa yang bisa kita lakukan sebagai orangtua dan orang – orang yang peduli dengan anak – anak kita ini ?
Diposkan oleh MI Al Islam cerme pace di 12/08/2009 10:04:00 PM 0 komentar Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
Reaksi:
Senin, 07 Desember 2009
profil MI Al ISlam Cerme Pace
YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM DAN SOSIAL AL GHOFFAR
AKTA NOTARIS YULIS MARIAWATI, SH. NO.15 .TANGGAL 16 JUNI 2008
MADRASAH IBTIDAIYAH (MI) AL ISLAM CERME

Lingkungan Masjid Besar Al Ghoffar Jl. Raya Kediri Pace No 35

Desa Cerme Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur

Kode Pos 64472 Telp 088803059165

PROFIL SEKOLAH

1. Nama Sekolah/Madrasah : MI AL ISLAM CERME

Alamat : Jl raya kediri pace 48

Desa : Cerme

Kecamatan : Pace

Kabupaten : Nganjuk

2. Nama yayasan : Yayasan Pendidikan Islam Dan sosial Al Ghoffar

Alamat : Desa cerme kecamatan Pace Kab Nganjuk,

: No rekening BRI 6422-01-003953-53-1

3. Madrasah : Swasta

4. Tahun didirikan : 2008

5. tahun beroperasi : 2008

6. Status tanah : Wakaf

7. Luas Tanah : 1785 m2

8 . Status Bangunan : Yayasan

9. Luas seluruh bangunan : 1785 m2

10.Data siswa :

NO


KELAS


JUMLAH SISWA


JUMLAH TOTAL

LAKI LAKI


PEREMPUAN

1


I


8


9


17

2


II


4


5


9

11. DATA GURU ;

NO


Status Guru


Tingkat Pendidikan

SLTP


SLTA


D1


D2


D3


S1


S2


JUMLAH

1


Guru











4





3





7

2


TU





2

















2

3


Penjaga


1




















1




JUMLAH


1


2





4





3





10

12. Ruang perpustakaan : ada

13. Air bersih : ada

14. Debit air : cukup

15. akte yayasan : ada

Ketua Komite Madrasah

ROCHANI


Kepala MI Al Islam

MAHMUD NAHRU,SE

Ketua Yayasan

K.ILYAS

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM DAN SOSIAL AL GHOFFAR
AKTA NOTARIS YULIS MARIAWATI, SH. NO.15 .TANGGAL 16 JUNI 2008
MADRASAH IBTIDAIYAH (MI) AL ISLAM CERME

Lingkungan Masjid Besar Al Ghoffar Jl. Raya Kediri Pace No 35

Desa Cerme Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur

Kode Pos 64472 Telp 088803059165

JADWAL PELAJARAN

KELAS I




SENIN


SELASA

NO


JAM


MATA PELAJARAN


JAM


MATA PELAJARAN














1


07.00


UPACARA BENDERA


07.00


AL QURAN HADIST

2


07.30


KERTAKES


07.30


PENJASKES

3


08.00


BAHASA INDONESIA


08.00


PENJASKES

4


08.30


ISTIRAHAT


08.30


ISTIRAHAT

5


09.00


BAHASA INDONESIA


09.00


FIQIH

6


09.30


BAHASA INDONESIA


09.30


FIQIH

7


10.00


BAHASA INGGRIS


10.00


PULANG

8


10.30


PULANG



















NO


RABU


KAMIS














1


07.00


IPS


07.00


ALQUR’AN HADIST

2


07.30


IPS


07.30


BAHASA INDONESIA

3


08.00


IPS


08.00


BAHASA INDONESIA

4


08.30


ISTIRAHAT


08.30


ISTIRAHAT

5


09.00


IPA


09.00


PKn

6


09.30


IPA


09.30


PKn

7


10.00


PULANG


10.00


PULANG














NO


JUM’AT


SABTU














1


07.00


MATEMATIKA


07.00


MATEMATIKA

2


07.30


MATEMATIKA


07.30


MATEMATIKA

3


08.00


MATEMATIKA


08.00


MATEMATIKA

4


08.30


ISTIRAHAT


08.30


ISTIRAHAT

5


09.00


AQIDAH AKHLAK


09.00


AQIDAH AKHLAK

6


09.30


PULANG


09.30


BAHASA JAWA

7








10.30


BAHASA JAWA














KETUA KOMITE MADRASAH

ROCHANI


KEPALA MI AL ISLAM

MAHMUD NAHRU,SE

KETUA YAYASAN

K.ILYAS
YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM DAN SOSIAL AL GHOFFAR
AKTA NOTARIS YULIS MARIAWATI, SH. NO.15 .TANGGAL 16 JUNI 2008
MADRASAH IBTIDAIYAH (MI) AL ISLAM CERME

Lingkungan Masjid Besar Al Ghoffar Jl. Raya Kediri Pace No 35

Desa Cerme Kecamatan Pace Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur

Kode Pos 64472 Telp 088803059165

JADWAL PELAJARAN

KELAS II




SENIN


SELASA

NO


JAM


MATA PELAJARAN


JAM


MATA PELAJARAN














1


07.30


UPACARA BENDERA


07.30


AL QURAN HADIST

2


08.00


KERTAKES


08.00


PENJASKES

3


08.30


BAHASA INDONESIA


08.30


PENJASKES

4


09.00


ISTIRAHAT


09.00


ISTIRAHAT

5


09.30


BAHASA INDONESIA


09.30


FIQIH

6


10.00


BAHASA INDONESIA


10.00


FIQIH

7


10.30


BAHASA INGGRIS


10.30


PULANG

8


11.00


PULANG



















NO


RABU


KAMIS














1


07.30


IPS


07.30


ALQUR’AN HADIST

2


08.00


IPS


08.00


BAHASA INDONESIA

3


08.30


IPS


08.30


BAHASA INDONESIA

4


09.00


ISTIRAHAT


09.00


ISTIRAHAT

5


09.30


IPA


09.30


PKn

6


10.00


IPA


10.00


PKn

7


10.30


PULANG


10.30


PULANG














NO


JUM’AT


SABTU














1


07.30


MATEMATIKA


07.30


MATEMATIKA

2


08.00


MATEMATIKA


08.00


MATEMATIKA

3


08.30


MATEMATIKA


08.30


MATEMATIKA

4


09.00


ISTIRAHAT


09.00


ISTIRAHAT

5


09.30


AQIDAH AKHLAK


09.30


AQIDAH AKHLAK

6


10.00


PULANG


10.00


BAHASA JAWA

7


10.30





10.30


BAHASA JAWA














KETUA KOMITE MADRASAH

ROCHANI


KEPALA MI AL ISLAM

MAHMUD NAHRU,SE

KETUA YAYASAN

K.ILYAS

pengajian ramadhan

PUASA

Puasa merupakan salah satu rukun Islam yang dilaksanakan oleh kaum muslimin di seluruh dunia. Allah swt. telah mewajibkannya kepada kaum yang beriman, sebagaimana telah diwajibkan atas kaum sebelum Muhammad saw. Puasa merupakan amal ibadah klasik yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu.
Ada empat bentuk puasa yang telah dilakukan oleh umat terdahulu, yaitu:
1. Puasanya orang-orang sufi, yakni praktek puasa setiap hari dengan maksud menambah pahala. Misalnya puasanya para pendeta
2. Puasa bicara, yakni praktek puasa kaum Yahudi. Sebagaimana yang telah dikisahkan Allah dalam Al-Qur'an, surat Maryam ayat 26 :
"Jika kamu (Maryam) melihat seorang manusia, maka katakanlah, sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk tuhan yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini" (Q.S. Maryam :26).
3. Puasa dari seluruh atau sebagian perbuatan (bertapa), seperti puasa yang dilakukan oleh pemeluk agama Budha dan sebagian Yahudi. Dan puasa-puasa kaum-kaum lainnya yang mempunyai cara dan kriteria yang telah ditentukan oleh masing-masing kaum tersebut.
4. Sedang kewajiban puasa dalam Islam, orang akan tahu bahwa ia mempunyai aturan yang tengah-tengah yang berbeda dari puasa kaum sebelumnya baik dalam tata cara dan waktu pelaksanaan. Tidak terlalu ketat sehingga memberatkan kaum muslimin, juga tidak terlalu longgar sehingga mengabaikan aspek kejiwaan. Hal mana telah menunjukkan keluwesan Islam.

HIKMAH PUASA

Diwajibkannya puasa atas ummat Islam mempunyai hikmah yang dalam. Yakni merealisasikan ketakwaan kepada Allan swt. Sebagaimana yang terkandung dalam surat al-Baqarah ayat 183:
"Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalain bertakwa."

Kadar takwa tersebut terefleksi dalam tingkah laku, yakni melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Al-Baqarah ayat 185 :
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu". Ayat ini menjelaskan alasan yang melatarbelakangi mengapa puasa diwajibkan di bulan Ramadhan, tidak di bulan yang lain. Allah mengisyaratkan hikmah puasa bulan Ramadhan, yaitu karena Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan yang diistimewakan Allah dengan dengan menurunkan kenikmatan terbesar di dalamnya, yaitu al-Qur'an al-Karim yang akan menunjukan manusia ke jalan yang lurus. Ramadhan juga merupakan pengobat hati, rahmah bagi orang-orang yang beriman, dan sebagai pembersih hati serta penenang jiwa-raga. Inilah nikmat terbesar dan teragung. Maka wajib bagi orang-orang yang mendapat petunjuk untuk bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat tiap pagi dan sore.

Bila puasa telah diwajibkan kepada umat terdahulu, maka adakah puasa yang diwajibkan atas umat Islam sebelum Ramadhan?

Jumhur ulama dan sebagian pengikut Imam Syafi'i berpendapat bahwa tidak ada puasa yang pernah diwajibkan atas umat Islam sebelum bulan Ramadhan. Pendapat ini dilandaskan pada hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Mu'awiyah :
"Hari ini adalah hari Asyura', dan Allah tidak mewajibkannya atas kalian. Siapa yang mau silahkan berpuasa, yang tidak juga boleh meninggalkannya."

Sedangkan madzhab Hanafi mempunyai pendapat lain: bahwa puasa yang diwajibkan pertamakali atas umat Islam adalah puasa Asyura'. Setelah datang Ramadhan Asyura' dirombak (mansukh). Madzhab ini mengambil dalil hadisnya Ibn Umar dan Aisyah ra.: diriwayatkan dari Ibn 'Amr ra. bahwa Nabi saw. telah berpuasa hari Asyura' dan memerintahkannya (kepada umatnya) untuk berpuasa pada hari itu. Dan ketika datang Ramadhan maka lantas puasa Asyura' beliau tinggalkan, Abdullah (Ibnu 'Amr) juga tidak berpuasa". (H.R. Bukhari).

"Diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa orang-orang Quraisy biasa melakukan puasa Asyura' pada masa jahiliyah. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk berpuasa hari Asyura' sampai diwajibkannya puasa Ramadhan. Dan Rasul berkata, barang siapa ingin berpuasa Asyura' silahkan berpuasa, jika tidak juga tak apa-apa". (H.R. Bukhari dan Muslim).

Pada masa-masa sebelumnya, Rasulullah biasa melakukan puasa Asyura' sejak sebelum hijrah dan terus berlanjut sampai usai hijrah. Ketika hijrah ke Madinah beliau mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa (Asyura'), beliau pun ikut berpuasa seperti mereka dan manyerukan ke ummatnya untuk melakukan puasa itu.

Hal ini sesuai dengan wahyu secara mutawattir (berkesinambungan) dan ijtihad yang tidak hanya berdasar hadis Ahaad (hadis yang diriwayatkan oleh tidak lebih dari satu orang). ”Ibn Abbas ra. meriwayatkan: ketika Nabi saw. sampai di Madinah, beliau melihat orang-orang Yahudi sedang melakukan puasa Asyura', lalu beliau bertanya: (puasa) apa ini? Mereka menjawab: ini adalah hari Nabi Saleh as., hari di mana Allah swt. memenangkan Bani Israel atas musuh-musuhnya, maka lantas Musa as. melakukan puasa pada hari itu. Lalu Nabi saw. berkata: aku lebih berhak atas Musa dari kalian. Lantas beliau melaksanakan puasa tersebut dan memerintahkan (kepada sahabat-sahabatnya) berpuasa. (HR. Bukhari).

Puasa Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya'ban tahun kedua hijriyah, maka lantas, sebagaimana madzhab Abi Hanifah, kewajiban puasa Asyura terombak (mansukh). Sedang menurut madzhab lainnya, kewajiban puasa Ramadhan itu hanya merombak kesunatan puasa Asyura'.

Kewajiban puasa Ramadhan berlandaskan Al-qur'an, Sunnah, dan Ijma.
"Diriwayatkan dari Abdullah Ibn Umar, bahwasanya dia mendengar Rasulullah saw bersabda: Islam berdiri atas lima pilar: kesaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, haji ke Baitullah (Makkah) dan berpuasa di bulan Ramadhan."

Kata 'al-haj' (haji) didahulukan sebelum kata 'al-shaum' (puasa), itu menunjukkan pelaksanakaan haji lebih banyak menuntut pengorbanan waktu dan harta. Sedang dalam riwayat lain, kata 'al-shaum' didahulukan, karena kewajiban puasa lebih merata (bisa dilaksanakan oleh mayoritas umat Islam) dari pada haji.

Kewajiban puasa Ramadhan sangat terang. Barang siapa yang mengingkari atau mengabaikan keberadaannya dia termasuk orang kafir, kecuali mereka yang hidup pada zaman Islam masih baru atau orang yang hidup jauh dari ulama.

DEFINISI PUASA

Secara etimologi, puasa berarti menahan, baik menahan makan, minum, bicara dan perbuatan. Seperti yang ditunjukkan firman Allah, surat Maryam ayat 26 :
"Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa demi Tuhan yang Maha Pemurah, bahwasanya aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini". (Q.S. Maryam : 26)

Sedangkan secara terminologi, puasa adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan disertai niat berpuasa. Sebagian ulama mendefinisikan, puasa adalah menahan nafsu dua anggota badan, perut dan alat kelamin sehari penuh, sejak terbitnya fajar kedua sampai terbenarnnya matahari dengan memakai niat tertentu. Puasa Ramadhan wajib dilakukan, adakalanya karena telah melihat hitungan Sya'ban telah sempurna 30 hari penuh atau dengan melihat bulan pada malam tanggal 30 Sya'ban. Sesuai dengan hadits Nabi saw.

"Berpuasalah dengan karena kamu telah melihat bulan (ru'yat), dan berbukalah dengan berdasar ru'yat pula. Jika bulan tertutup mendung, maka genapkanlah Sya'ban menjadi 30 hari."***

=================
Diambil dari buku "Pilar-pilar Islam dalam al-Sunnah" karya Prof. Dr. Umar Hasyim, oleh M. Rofiq Mu'allimin.
Diupdate terakhir: 26 November 2000
Pesantren Virtual Ramadhan Fikih Puasa 1: Pengertian Puasa




Pengajian Ramadhan(2)
Fikih Puasa 1: Pengertian Puasa
Dimuat Minggu, 26 November 2000



Puasa secara bahasa adalah menahan diri dari sesuatu. Sedangkan secara terminologi, adalah menahan diri pada siang hari dari berbuka dengan disertai niat berpuasa bagi orang yang telah diwajibkan sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Detailnya, puasa adalah menjaga dari pekerjaan-pekerjaan yang dapat membatalkan puasa seperti makan, minum, dan bersenggama pada sepanjang hari tersebut (sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Puasa diwajibkan atas seorang muslim yang baligh, berakal, bersih dari haidl dan nifas, disertai niat ikhlas semata-mata karena Allah ta'aala.

Adapun rukunnya adalah menahan diri dari makan dan minum, menjaga kemaluannya (tidak bersenggama), menahan untuk tidak berbuka, sejak terbitnya ufuk kemerah-merahan (fajar subuh) di sebelah timur hingga tenggelamnya matahari. Firman Allah swt : "Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar". (Al-Baqarah: 187).

Ibn 'Abdul Bar dalam hadis Rasulullah saw "Sesungguhnya Bilal biasa azan pada malam hari, maka makan dan minumlah kamu sampai terdengarnya azan Ibn Ummi Maktum", menyatakan bahwa benang putih adalah waktu subuh dan sahur hanya dikerjakan sebelum waktu fajar".

BEBERAPA FAEDAH PUASA

Puasa mempunyai banyak faedah bagi ruhani dan jasmani kita, antara lain:
1. Puasa adalah ketundukan, kepatuhan, dan keta'atan kepada Allah swt., maka tiada balasan bagi orang yang mengerjakannya kecuali pahala yang melimpah-ruah dan baginya hak masuk surga melalui pintu khusus bernama 'Ar-Rayyan'. Orang yang berpuasa juga dijauhkan dari azab pedih serta dihapuskan seluruh dosa-dosa yang terdahulu. Patuh kepada Allah Swt berarti meyakini dimudahkan dari segala urusannya karena dengan puasa secara tidak langsung kita dituntun untuk bertakwa, yaitu mengerjakan segala perintahnya dan menjauhi larangannya. Sebagaimana yang terdapat pada surat Al-Baqarah: 183, yang berbunyi ;"Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu untuk berpuasa sebagaimana orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertakwa".
2. Berpuasa juga merupakan sarana untuk melatih diri dalam berbagai masalah seperti jihad nafsi, melawan gangguan setan, bersabar atas malapetaka yang menimpa. Bila mencium aroma masakan yang mengundang nafsu atau melihat air segar yang menggiurkan kita harus menahan diri sampai waktu berbuka. Kita juga diajarkan untuk memegang teguh amanah Allah swt, lahir dan batin, karena tiada seorangpun yang sanggup mengawasi kita kecuali Ilahi Rabbi.
Adapun puasa melatih menahan dari berbagai gemerlapnya surga duniawi, mengajarkan sifat sabar dalam menghadapi segalaa sesuatu, mengarahkan cara berfikir sehat serta menajamkan pikiran (cerdas) karena secara otomatis mengistirahatkan roda perjalanan anggota tubuh. Lukman berwasiat kepada anaknya :"Wahai anakku, apabila lambung penuh, otak akan diam maka seluruh anggota badan akan malas beribadah".
3. Dengan puasa kita diajarkan untuk hidup teratur, karena menuntun kapan waktu buat menentukan waktu menghidangkan sahur dan berbuka. Bahwa berpuasa hanya dirasakan oleh umat Islam dari munculnya warna kemerah-merahan di ufuk timur hingga lenyapnya di sebelah barat. Seluruh umat muslim sahur dan berbuka pada waktu yang telah ditentukan karena agama dan Tuhan yang satu.
4. Begitupun juga menumbuhkan bagi setiap individu rasa persaudaraan serta menimbulkan perasaan untuk saling menolong antar sesama. Saling membahu dalam menghadapi rasa lapar, dahaga dan sakit. Disamping itu mengistirahatkan lambung agar terlepas dari bahaya penyakit menular misalnya. Rasulullah Saw bersabda, "Berpuasalah kamu supaya sehat". Seorang tabib Arab yang terkenal pada zamannya yaitu Harist bin Kaldah mengatakan bahwa lambung merupakan sumber timbulnya penyakit dan sumber obat penyembuh".
Tiada diragukan kita dapati jihad nafsi, menyelamatkan dari segala aroma keduniaan dalam menahan hawa nafsu. Seperti yang dikatakan Rasulullah Saw,:
"Wahai pemuda/i, barang siapa yang telah memenuhi bekal, bersegeralah kawin, sesungguhnya itu dapat menahan dari penglihatan dan menjaga kemaluan. Dan barang siapa belum memenuhi maka berpuasalah, sesungguhnya itu adalah penangkalnya".

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa puasa mempunyai manfaat-manfaat yang tidak bisa kita ukur. Karenanya bersyukurlah orang-orang yang dapat mengerjakan puasa. Sebagaimana Kamal bin Hammam berkata, "Puasa adalah rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan salat, di syariatkan Allah Swt karena keistimewaan dan manfaatnya seperti: ketenangan jiwa dari menahan hawa nafsu, menolong dan menimbulkan sifat menyayangi orang miskin, persamaan derajat baik itu faqir atau kaya.

(Bersambung... Fikih Puasa 2: Kapan Niat Puasa Dilakukan?)
----
Dirangkum dari buku: THE ISLAMIC JURISPRUDENCE AND ITS EVIDENCES, Jilid III, karya Prof. Dr. Wahbah Al Zuhaily. (Tim penerjemah: Hendra Suherman, Eva Fachrunnisa, Ali Mu'in Amnur, dan Zaimatussa'diyah)


[]
Ceramah Ramadhan 1: Jejak Rasulullah Saw Dalam Menyambut Bulan Suci Ramadhan
Dimuat Minggu, 26 November 2000


Bulan Ramadhan adalah bulan suci yang penuh dengan keberkahan dan keutamaan. Orang mukmin dianjurkan untuk meraih sebaik-baiknya, dan sebanyak-banyaknya kesempatan dalam berbuat kebajikan apapun bentuknya. Bila kita menelusuri jejak Rasululah saw. dalam menyambut bulan suci Ramadhan ini, maka akan kita dapati hal-hal sbb:
1. Beliau selalu bergegas memenuhi panggilan kebaikan, seperti salat berjama'ah, salat sunnah, mengeluarkan sedekah, membaca al-Qur'an dan sebagainya. Beliau bersabda: "Apabila datang malam pertama bulan Ramadhan, dibelenggulah syetan dan jin, ditutuplah pintu-pintu mereka, dan dibukalah pintu-pintu surga, kemudian diserukan: wahai orang yang mendambakan kebaikan, datanglah!! dan wahai orang yang tak suka kebaikan, bermalaslah!! (artinya, engganlah memperbanyak amalmu). Dan sesungguhnya dalam bulan Ramadhan ini setiap malamnya Allah swt. membebaskan orang-orang yang dikehendakiNYA dari api neraka. (Hadis riwayat Imam al-Turmudzi)
2. Melipatgandakan amal perbuatan yang baik, baik yang fardlu maupun yang sunnah. Diriwayatkan oleh Salman, bahwa pada suatu hari di penghujung bulan Sya'ban Rasulullah saw. bersabda, "Wahai sekalian manusia, telah datang kepadamu bulan yang agung, penuh keberkahan, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan; diwajibkan padanya puasa; dan dianjurkan untuk menghidupkan malam-malamnya. Maka barang siapa yang mengerjakan satu kebajikan pada bulan ini, seolah-olah ia mengerjakan satu perintah kewajiban di bulan lain, dan siapa yang mengerjakan ibadah yang wajib, seakan-akan ia mengerjakan tujuh puluh kali kewajiban tersebut di bulan yang lain."

Begitulah pahala mengerjakan ibadah sunnah sama dengan pahala mengerjakan ibadah wajib, sedangkan ibadah wajib akan dibalas tujuh puluh kali lipat pahalanya.
3. Beliau sangat pemurah dan sangat gemar bersedekah serta memberi makan orang yang berpuasa. Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary ra., bahwa Rasulullah saw. adalah orang yang paling pemurah, lebih-lebih pada bulan Ramadhan. Dilukiskan bahwa beliau bagaikan hembusan angin yang lembut, membawa banyak karunia, menabur kegembiraan di hati orang mukmin. Diriwayatkan pula bahwa beliau sangat penderma, bahkan tidak pernah menolak permintaan apapun yang diajukan ke beliau.
4. Banyak berdo'a, terutama ketika hendak berbuka puasa. Beliau bersabda:
"Saat-saat berbuka adalah saat yang paling tepat dan mujarab bagi orang yang berpuasa untuk berdoa." Dan doa yang selalu diucapkan ketika berdoa adalah "Ya Allah, hanya karenamu aku berpuasa, dan dengan rizkimu aku berbuka, telah hilang haus dan dahaka, maka tetap hauslah pahala bagiku, ya Allah!!".
5. Selalu tadarus (membaca al-Qur'an). Setiap malam bulan Ramadhan Malaikat Jibril as. selalu datang menemui Rasulullah saw., dan bersama-sama membaca al-Qur'an, slih berganti. Hikmah tadarus Rasulullah di antaranya adalah untuk mengajarkan umatnya agar rajin membaca al-Qur'an atau tadarus, terutama di bulan suci Ramadhan itu, di setiap waktu, apalagi di malam hari, dan ketika mengerjakan salat malam (tahajjud).
6. Meningkatkan gairah ibadahnya terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Hal mana dilaksanakan untuk meraih terutama lailatul qadar. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Barangsiapa yang beribadah pada malam lailatul qadar dengan penih keimanan dan harapan, Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah ia lakukan." Seperti kita ketahui, bahwa ibadah pada malam ini sama nilainya dengan kita beribadah seribu bulan lamanya. Dan doa yang paling afdhol (paling utama) diucapkan pada malam itu adalah: "Ya Allah, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun dan Pemurah serta sangat suka memaafkan. Maka ampunilah kesalahan-kesalahan kami, ya Allah. (Allaahumma innaka 'afuwwun kariim, tuhibbu al-'afwa fa'fu 'annaa yaa kariim).
Diriwayatkan: barang siapa yang salat Maghrib dan Isya' berjama'ah pada malam Lailatul Qadar itu, maka ia telah mendapatkan sebagian besar keutamaan malam Lailatul Qadar itu. Riwayat yang lain mengatakan, "Siapa yang salat Isya' berjama'ah pada malam Lailatul Qadar itu, seakan-akan ia telah menghidupkan separoh malam tersebut, dan bila ia menunaikan salat Subuhnya, maka ia telah menyempurnakan seluruh malam Lailatur Qadar tersebut.
Itulah beberapa jejek Rasulullah saw. pada bulan Ramadhan, yang pada dasarnya beliau mengajarkan umatnya agar bersungguh-sungguh meraih kebaikan-kebaikan yang ada padanya, dengan berbuat keta'atan, kebaikan, ibadah, terutama ibadah-ibadah sosial, seperti menolong orang lain, meringankan beban hidup orang lain, menyantuni anak yatim dan orang-orang yang papa atau memberi makan orang yang akan berbuka puasa. Di samping itu beliau juga mengajarkan umatnya agar menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan munkar, makruh, dan mubah, apalagi yang haram. Bahkan beliau memperingatkan dengan sabdanya: "Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan keji atau kotor (seperti berdusta, membicarakan orang lain atau mengadu domba), maka tidak ada artinya puasanya itu, kecuali ia hanya merasakan lapar dan dahaga saja."

Demikianlah, semoga Allah swt. menerima dan melipatgandakan amal ibadah kita, dan semoga Allah swt. memberikan kekuatan di dalam menjalankannya. Salawat serta salam kepada Nabi kita Muhammad saw. Walhamdulillahirabbil'aalamiin.

===============================
Disiapkan oleh Bapak Syaerazi Dimyati
Pengajian Ramadhan(4)
Ceramah Ramadhan 2: Amanah dan Kewajiban
Dimuat Senin, 27 November 2000


Kewajiban dalam Islam yang dibebankan oleh Allah kepada hamba-Nya tidak lain demi kemaslahatan hamba itu sendiri. Sebab Allah swt. "Ghaniyyun 'an kulli syai'". Allah tetap besar sekalipun tidak dibesarkan dan tetap agung sekalipun semua makhluk yang ada di dunia ini tidak ada yang mengagungkan, karena keagungan dan kebesaran Allah adalah mutlak dan abadi.

Perintah puasa sebagai salah satu kewajiban mahdlah (ritus murni) bagi umat Islam, sekalipun Allah telah menegaskan dengan kata "sesungguhnya ia adalah milikku", pada hakikatnya untuk sang hamba (dan Saya yang membalasnya). Balasan inilah yang merupakan suatu rahmat dan sebelumnya tidak pernah diberikan kepada umat terdahulu. Karena kandungan ibadah di bulan Ramadhan mempunyai multi dimensi: sosial, ekonomis, psikologis dan kultural bahkan politis.

Menurut Grand Syeikh Al-Azhar, Dr. Muhammad Sayyid Tantawi, secara etimologis puasa berarti menahan dan meninggalkan tradisi berpindah-pindah dari suatu kondisi ke kondisi yang lain, bisa juga menahan perkataan. "Shamat al-Riih" berarti diam dan tidak berhembus. "Shamat al-syamsu" berarti menahan akan terik matahari. Dari sisi pemaknaan ini nampak bahwa puasa adalah suatu rutinitas ritual yang khusus. Karena kita lebih dianjurkan diam, bahkan menjadi keistimewaan Ramadhan, tidur merupakan ibadah, padahal di bulan yang lain akan mewariskan kemiskinan (dalam konteks terikat).

Masih menurut beliau, ibadah puasa serupa dengan yang telah disyari'atkan oleh Allah swt. terhadap umat terdahulu (Q.S 1:183). Kesamaan ini paling tidak mempunyai tiga faedah bagi kaum muslimin. Pertama, sebagai perhatian terhadap ibadah puasa dan kepedulian akan aspek yang telah disyari'atkan oleh Allah kepada umat Muhammad dan umat para Rasul sebelumnya dalam rangka dakwah menuju ke-esa-an Allah. Karena puasa membuahkan banyak pahala dan berlaku sepanjang zaman. Kedua, agar memudahkan kaum muslimin dan tidak merasa berat melaksanakannya, karena sesuatu yang berat akan dirasakan ringan bila telah diketahui ada orang yang mengerjakannya. Ketiga, membangkitkan gairah dan semangat untuk bangkit dengan melaksanakan ibadah ini, sehingga tidak dilaksanakan seadanya, akan tetapi wajib dilaksanakan dengan penuh semangat. Sebab Allah telah memberikan gelar "khairu ummah" kepada umat Islam dan kebaikan ini haruslah tercermin di saat melaksanakan perintah Allah swt.

Dalam banyak riwayat dan ayat bisa didapat penjabaran tujuan pelaksanaan ibadah puasa, yaitu mengantarkan manusia menuju taqwa. Karena itu dalam proses pembentukan taqwa, Nabi Muhammad saw.mensinyalir dalam hadisnya "Al-shaumu Junnah" yang --menurut Syeikh Tantawi-- berarti mencegah, mencegah dari maksiat, adzab akhirat, dan penyakit yang mungkin timbul akibat banyak makan dan minum.

Sebagai ibadah yang mempunyai keistimewaan tersendiri, puasa Ramadhan banyak mengandung nilai-nilai siomatik agar merangsang kaum muslimin menjalankannya secara sempurna. Misalnya kedatangan Ramadlan ditandai dengan terbukanya pintu langit, tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya setan. Menurut Prof. Dr. Umar Hasyim, rektor universitas Al-Azhar, terbukanya pintu syurga bermakna simbolis dari banyaknya pahala. Sedangkan tertutupnya pintu neraka melambangkan tertutupnya maksiat dan terbukanya pintu maaf. Adapun terbelenggunya setan mengisyarahkan semakin sedikitnya gangguan setan. Jadi secara umum makna simbolis dari hadis Nabi tersebut adalah terlaksananyapekerjaan taat atau pekerjaan baik dan mencegah maksiat dan munkarat.

Karena itu puasa terasa sangat sakral, dan orang yang melaksanakannya hendaknya mampu secara lahir dan batin mencegah sumpah palsu, ghibah, mengadu domba, menghasut dan memfitnah. Lebih dari itu dituntut untuk menghiasi jiwa dan perbuatannya dengan akhlaq mulia.

Karena belum tentu diterima orang yang berpuasa sebulan penuh. Sebab kesempurnaan bukan terletak pada bilangan hari, akan tetapi pada sifat puasa yang dilaksanakannya yang sesuai dengan syariat. "Idzaa shumta falyashum sam'uka wa basharuka wa lisaanuka wa yaduka" (Jika kamu berpuasa, maka hendaklah pendengaranmu, penglihatanmu, lisanmu, dan tanganmu berpuasa juga). Puasa Ramadhan adalah sebuah amanah, setiap mukmin wajib melaksanakannya sesempurna mungkin dan melengkapinya serta menjaga puasanya dari segala yang bisa mengurangi nilai pahalanya.

======================
Oleh Muhyiddin Mas Rida
Pengajian Ramadhan(5)
Fikih Puasa 2: Kapan Niat Puasa Dilakukan?
Dimuat Selasa, 28 November 2000


Dalam hal niat puasa wajib (jenis apa saja), para ulama berbagai mazhab sepakat bahwa niat harus dilaksanakan pada malam hari. Pendapat ini didasarkan pada hadis Rasul saw. yang diriwayatkan oleh Sayidah 'Aisyah:
"Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum terbit fajar, maka tidak sah puasanya".

Lain halnya puasa sunnat, waktu berniat tidak harus malam hari, tapi bisa dilakukan setelah terbit fajar sampai sebelum tergelincirnya matahari (waktu Dzuhur) dengan syarat ia belum makan/minum sedikitpun sejak Subuh. Bahkan ulama mazhab Hambali, untuk puasa sunat, membolehkan berniat setelah waktu Dzuhur.

Kembali ke persoalan, seandainya lupa berniat pada malam hari atau tertidur, bolehkah melakukan niat setelah terbit fajar atau pagi harinya?

Untuk lebih detailnya, marilah kita ikuti berbagai pendapat berikut ini:
1. Pendapat mazhab Hanafiyah : Lebih baik bila niat puasa (apa saja) dilakukan bersamaan dengan terbitnya fajar, karena saat terbit fajar merupakan awal ibadah. Jika dilaksanakan setelah terbitnya fajar, untuk semua jenis puasa wajib yang sifatnya menjadi tanggungan/hutang (seperti puasa qadla, puasa kafarat, puasa karena telah melakukan haji tamattu' dan qiran --sebagai gantinya denda/dam, dll) maka tidak sah puasanya.
Karena, menurut mazhab ini, puasa-puasa jenis ini niatnya harus dilakukan pada malam hari. Tapi lain dengan puasa wajib yang hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, seperti puasa Ramadhan, nadzar, dan pusa-puasa sunnah yang tidak dikerjakan dengan sempurna, maka boleh saja niatnya dilakukan setelah fajar sampai sebelum Dhuhur.
2. Mazhab Malikiyah : Niat dianggap sah, untuk semua jenis puasa, bila dilakukan pada malam hari atau bersamaan dengan terbitnya fajar. Adapun apabila seseorang berniat sebelum terbenamnya matahari pada hari sebelumnya atau berniat sebelum tergelincirnya matahari pada hari ia berpuasa maka puasanya tidak sah walaupun puasa sunnah.
3. Mazhab Syafi'iyah : Untuk semua jenis puasa wajib (baik yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu seperti puasa Ramadlan; yang sifatnya menjadi tanggungan seperti qadla', nazar, kafarat, dll.) niat harus dilakukan pada malam hari. Adapun puasa sunnnah, niat bisa dilakukan sejak malam hari sampai sebelum tergelincirnya matahari. Karena Nabi saw. suatu hari berkata pada 'Aisyah: 'Apakah kamu mempunyai makanan?'. Jawab 'Aisyah: 'Tidak punya'. Terus Nabi bilang: 'Kalau begitu aku puasa'. Lantas 'Aisyah mengisahkan bahwa Nabi pada hari yang lain berkata kepadanya: 'Adakah sesuatu yang bisa dimakan?'. Jawab 'Aisyah: 'Ada'. Lantas Nabi berkata: 'Kalau begitu saya tak berpuasa, meskipun saya telah berniat puasa'.
4. Mazhab Hambaliyah : Tidak beda dari Syafi'iyah, mazhab ini mengharuskan niat dilakukan pada malam hari, untuk semupa jenis puasa wajib. Adapun puasa sunnah, berbeda dari Syafi'iyah, niat bisa dilakukan walaupun telah lewat waktu Dhuhur (dengan syarat belum makan/minum sedikitpun sejak fajar).
Dan pendapat yang terakhir inilah (bolehnya niat puasa sunat walaupun telah lewat Dhuhur) yang paling kuat.(Menurut Dr. Wahbah al-Zuheily. --Red)

(Sebelumnya: Fikih Puasa 1: Pengertian Puasa)
(Bersambung... Fikih Puasa 3: Syarat-syarat Puasa)

==================
Dirangkum dari buku: THE ISLAMIC JURISPRUDENCE AND ITS EVIDENCES, Jilid III, karya Prof. Dr. Wahbah Al Zuhaily. (Tim penerjemah: Hendra Suherman, Eva Fachrunnisa, Ali Mu'in Amnur, dan Zaimatussa'diyah)
engajian Ramadhan(6)
Fikih Puasa 3: Syarat-syarat Puasa
Dimuat Selasa, 28 November 2000


Syarat Wajib Puasa
1. Islam
Dengan demikian orang kafir tidak wajib berpuasa dan tidak wajib mengqadha' (mengganti) begitulah menurut jumhur (mayoritas) ulama, bahkan kalaupun mereka melakukannya tetap dianggap tidak sah. Hanya saja ulama berbeda pendapat dalam menentukan apakah syarat islam ini syarat wajib atau syarat sahnya puasa? Dan yang melatarbelakangi mereka dalam hal ini adalah karena adanya perbedaan mereka dalam memahami ayat kewajiban puasa, mengenai apakah orang kafir termasuk di dalamnya atau tidak. (baca Surat Al Baqarah ayat 183)

Menurut Ulama Hanafiyah: orang kafir tidak termasuk dalam ketentuan wajib puasa. Sementara jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa mereka tetap termasuk dalam setiap firman Allah. Dengan demikian mereka dibebani untuk melakukan semua syariatNya (dalam hal ini mereka wajib memeluk agama Islam kemudian melakukan puasa). Jadi menurut pendapat pertama (Hanafiyah) mereka hanya menaggung dosa atas kekafirannya sementara menurut pendapat kedua (Jumhur Ulama) mereka menanggung dosa kekafiran dan meninggalkan syariat.

Maka jika ada seorang kafir masuk Islam pada bulan ramadhan dia wajib melaksanakan puasa sejak saat itu. Sebagaimana firman Allah "Katakanlah pada orang kafir bahwa jika mereka masuk islam akan diampuni dosanya yang telah lalu" (QS. Al Anfal:38).

2 & 3. Aqil dan Baligh (berakal dan melewati masa pubertas)
Tidak wajib puasa bagi anak kecil (belum baligh), orang gila (tidak berakal) dan orang mabuk, karena mereka tidak termasuk orang mukallaf (orang yang sudah masuk dalam konstitusi hukum), sebagaimana dalam hadist:
"Seseorang tidak termasuk mukallaf pada saat sebelum baligh, hilang ingatan dan dalan keadaan tidur".

4 & 5, Mampu dan Menetap
Puasa tidak diwajibkan atas orang sakit (tidak mampu) dan sedang bepergian (tidak menetap), tetapi mereka wajib mengqadha'-nya.

Syarat-syarat tersebut di atas mendapat tambahan satu syarat lagi dari Ulama Hanafiyah menjadi syarat yang ke-6 yaitu: Mengetahui kewajiban puasa (semisal bagi orang yang memeluk Islam di negara non muslim).

SYARAT SAHNYA PUASA
1. Menurut ulama Hanafiyah ada 3:
a. Niat
b. Tidak ada yang menghalanginya (seperti haid dan nifas)
c. Tidak ada yang membatalkannya
2. Menurut ulama Malikiyah ada 4:
a. Niat
b. Suci dari haid dan nifas
c. Islam
d. Pada waktunya dan juga disyaratkan orang yang berpuasa berakal.
3. Menurut ulama Syafi'iyah ada 4:
a. Islam
b. Berakal
c. Suci dari haid dan nifas sepanjang hari
d. Dilaksanakan pada waktunya.
(Sedangkan "niat", menurut Syafi'iyah, dimasukkan ke rukun puasa).
4. Menurut ulama Hambaliyah ada 3:
a. Islam
b. Niat
c. Suci dari haid dan nifas

Sebagai catatan lebih lanjut bahwa:
1. Definisi Niat
Keyakinan hati dan kehendak untuk melakukan suatu perbuatan tanpa keragu-raguan.
Apakah niat itu termasuk syarat atau rukun?
Pada dasarnya ulama sepakat bahwa, niat wajib dilakukan dalam setiap ibadah, sebagaimana sabda Rasulullah saw.: "Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung pada niatnya". Dan dalam riwayat 'Aisyah, bahwasanya Rasul Saw. bersabda: "Barang siapa tidak berniat puasa pada malam hari maka puasanya dianggap tidak sah." Menurut mazhab selain Syafi'iyah: "Niat" adalah syarat, karena puasa dan ibadah lainnya merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seorang hamba dengan ikhlas hanya karena Allah semata. Keikhalasn disini tidak bisa terwujud kecuali dengan niat. Adapun pelaksanaan "Niat" harus dilakukan di hati tidak cukup mengucapkan di mulut saja.
2. Syarat bersuci jinabah (mandi junub)
Ulama sepakat bahwa, orang yang hendak berpuasa tidak diwajibkan untuk bersuci jinabah pada malam hari, karena tidak menutup kemungkkinan hal-hal yang mewajibkan mandi junub (seperti bersenggama, mimpi basah, haidh dan nifas) terjadi pada pagi hari. Sebagaimana HR. Aisyah dan Ummu Salmah bahwa: Rasulullah saw. mandi junub (karena jima') pada pagi hari kemudian beliau berpuasa. Maka barang siapa mandi junub pada pagi hari atau seseorang wanita belum bersuci dari haid (atau nifas) dipagi harinya tetap boleh berpuasa dan dianggap sah.
==================
Dirangkum dari buku: THE ISLAMIC JURISPRUDENCE AND ITS EVIDENCES, Jilid III, karya Prof. Dr. Wahbah Al Zuhaily. (Tim penerjemah: Hendra Suherman, Eva Fachrunnisa, Ali Mu'in Amnur, dan Zaimatussa'diyah)
Pengajian Ramadhan(7)
Ceramah Ramadhan 3: Puasa Membuat Loyo?
Dimuat Rabu, 29 November 2000


PUASA MEMBUAT LOYO?

"Tak ada wadah yang paling buruk dari pada isi perut manusia. Karena sesuap (makanan) bertumpuk hingga tulang rusuknya. Bila makan tak terelakkan, maka sepertiga (perut itu) buat makanan, sepertiga buat minuman dan sepetiga lagi buat napasnya." Kata Rasulullah saw. yang didengar oleh al-Miqdam Ibn Ma'dikariba. Sesuai riwayat Imam Ahmad, Timidzi, Nasa'i dan Ibn Majah. Menurut Tirmidzi, hadis itu Hasan.

Konon kata Abul Qasim al-Baghawi, kata-kata Rasul itu ialah mengomentari para sahabat yang kekenyangan makan buah-buahan, saat mereka menaklukkan daerah Khaibar. Akibatnya mereka terkena penyakit panas-dingin.

Kareba itu, puasa dapat menyehatkan badan. Dan tak sedikit -dokter lebih tahu- penyakit dalam bisa diobati dengan paket hemat itu.

Tapi apakah puasa membuat manusia loyo? Jam kerja dikurangi dengan dalih itu, atau malah membawa tugas kantor atau tugas luar rumah lainnya untuk dikerjakan di rumah. Apalagi 'siang jadi malam' dan 'malam jadi siang'.

Sebenarnya, puasa itu sangat pribadi dan menjadi tugas seseorang untuk dirinya kelak, bahkan puasa itu milik Allah, kenapa? Lantaran orang puasa sengaja tidak makan dan minum serta menggauli istri, adalah atas nama Allah swt.

Dan hadis Qudsi, riwayat Bukhari, menyebutnya, "al-shiyamu lii wa ana ajzii bihi" (puasa itu milikku, dan saya -Allah swt.- penjamin pahalanya) kata Allah yang ditirukan Rasul. Sementara riwayat Muslim mencatat kata-kata Rasulullah "setiap amal manusia, (pahalanya) dilipatgandakan, satu kebaikan imbalannya sepuluh pahala hingga tujuh ratus. Kecuali puasa. Ia milikku dan aku penjaminnya". Di sini tidak tercantum angka bilangan pahala puasa. Sepertinya rahasia Allah. Sebagaimana puasa itu sangat private. Bisa jadi ibadah ini jarang tersentuh oleh sifat riya' (pamer). Tidak seperti rukun Islam lainnya, semacam zakat dan salat mudah diketahui orang banyak.

Apalagi puasa itu membawa manfaat taqwa (Q.S al-Baqarah:183). Taqwa di sini artinya puasa dapat mencegah perbuatan maksiat. Bila bentuk-bentuk maksiat banyak didorong oleh syahwat maupun hawa nafsu, maka puasa memang obatnya. Dan hadis Usman Ibn Abil 'Ash menyerupakan puasa itu laksana perisai perang (kajunnati ahadikum minal qitaal). Pun, perjaka usia nikah minus kerja disarankan meminimalisasi kejantanannya dengan puasa. (HR. Bukhari, tentang shaum no. 1905, tentang nikah no. 5065 dan 5066) dan (HR. Muslim tentang nikah no. 1400). Derajat hadis itu shahih dan dapat dibuat dalil (hujjah). Sekalipun puasa itu bukan pengganti nikah. Artinya sambil kerja menyiapkan biaya acara resepsi dan setelahnya. Sesekali kita puasa sunat. Hanya saja tidak diniatkan kecuali ikhlas.

MUTIARA TERSUMBAT
"Awas perut kalian, ia membuat ogah salat, mengganggu (berat) badan, membawa banyak penyakit. Sebaiknyalah kalian makan secara berimbang. Karena menyehatkan badan dan memperkuat ibadah. Lagi pula, seseorang tak akan celaka sebelum syahwatnya mengalahkan agamanya", pesan khalifah Umar Ibn Khattab yang ditirukan Ibn 'Abbas.

Rekaman khatbah Umar itu mensinyalir semangat kerja. Dan kerja adalah ibadah. Bahkan tujuan penciptaan manusia dan jin hanya untuk ibadah (Q.S al-Bariyah:56). Dengan pengertian ibadah yang luas, tidak hanya rajin ke masjid, tapi ibadah itu mencakup seluruh aktifitas manusia. Sejak petani di pelosok daerah paling dalam hingga petinggi negara paling atas.

Kendati, ada saja orang mencari dalih mengurangi jam kerja, gara-gara puasa atau menukar siang jadi malam. Padahal siang untuk mencari nafkah dan malam istirahat. (Q.S al-Naba':10-11).

Justru mutiara etos kerja pada nilai-nilai puasa ini terletak pada kejernihan berpikir. Orang kenyang atau lelah, pasti mengantuk. Tapi orang yang berpuasa atau membiasakan paket sepertiga itu, akan segera tahu hasilnya.

Sebab orang yang berpuasa sebaiknya tidak berbicara carut (falaa yarfus) dan jangan pula membentak (wala yaskhab). Kalau nyatanya, kita dicaci seseorang atau kita hendak diperangi. sebaiknya kita terus terang kepada pengacau itu:"maaf kami sedang puasa". (Hadis Abu Hurairah, riwayat Bukhari-Muslim)

Ungkapan pengakuan puasa itu terlontar agak terpaksa. Lantaran kita dinodai. Sebab sebenarnya puasa itu terlalu pribadi untuk dipublikasikan. Tambahan lagi, ungkapan pembelaan itu boleh lisan dibarengi hati. Agar kata-kata kotor maupun bentakan yang dialamatkan kepada kita, tidak dibalas serupa. Cukup dengan "maaf saya lagi puasa" tiga kali. Hadis ini menyimpan pesan jangan asal ngomong. Itu lantaran, puasa ada kelas-kelasnya. Puasa orang kebanyakan, puasa plus dan puasa paling elit. Tidak asbun dan mengobral emosi itu termasuk puasa kelas dua.

Bagaimana tayangan media massa sepanjang Ramdhan? Di sini, ulama produktif dan istiqamah seperti Dr. Yusuf Qardlawi memfatwakan, sebaiknya dipilah-pilah. Mana halal, mana haram. Menurutnya, kalau warta kendati aurat --misalnya-- adalah tidak mutlak haram. Tapi setiap sarana mengakibatkan lupa daratan (lupa Allah) semacam diskotik, itu nyata haram. (Q.S al-Maidah:91).

Selanjutnya, naskah hadis Abu Hurairah di muka adalah agak menghibur orang puasa. Sampai-sampai, Allah --pada hadis Qudsi itu-- bersumpah "demi jiwa muhammad yang dikuasainya, sungguh bau mulut orang puasa adalah lebih harum dari pada aroma kasturi". Karenanya, yang sempat bersiwak sehabis sahur, karena 'illat atau udzur syar'i --misalnya-- tidak usah minder. Apalagi membatalkan puasanya. Sebab orang puasa boleh berbangga saat berbuka dan kelak menerima pahala.

Andai puasa bagi sebagian orang, kadang membuat loyo. Mengapa perang badar tahun ke-2 hijriyah justru pecah tanggal 17 Ramadhan? Tarmasuk perang Oktober.

Dan yang menggairahkan orang puasa untuk percaya diri, bersikap positif dan berbesar harapan dalam hidupnya ialah hadis Abu Hurairah, riwayat Ahmad, Tirmidzi, Ibn Majah dan Ibn Huzaimah serta Ibn Hibban. Ada tiga kelompok yang do'anya tidak ditolak : orang puasa hingga berbuka, pemimpin adil dan do'anya orang yang dianiaya". Kata Tirmidzi hadis itu Hasan.

Bisakah hadis ini dipahami bahwa kaum mustadhafiin, alias dianiaya, tak perlu patah semangat mencari keadilan. Pun orang puasa. Dan etos kerja paling mendasar adalah arahan Rasulullah saw. tentang niat bekerja. Nilai kerja itu berbanding lurus dengan tujuannya.

PUASA MENCEGAH FITNAH
"Siapa yang tidak mengakhiri kesaksian palsu dan rekayasanya, maka Allah swt. tak menyediakan pahala puasa baginya," tegas Rasul yang ditirukan oleh Abu Hurairah dan diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn Majah.

Jika tadi di muka, orang puasa dijanjikan akan dikabulkan do'anya. Dan pahala puasa itu dirahasiakan. Sehingga orang puasa terdorong untuk berlomba-lomba 'memberikan yang terbaik'. Maka hadis terakhir ini mewanti-wanti agar puasa-puasa itu --setelah bermanfaat menyehatkan badan-- hendaknya angka pahala yang dirahasiakan itu tidak gugur, gara-gara memberikan kesaksian palsu. Ini petunjuk mensosialisakan keterbukaan untuk menangani kasus sengketa, mencegah buruk sangka dan jualan gosip (ghibah). Itulah buah taqwa. Akarnya niat dan batangnya puasa Ramadhan. Puasa memang bukan sekedar menahan makan dan minum, tapi juga puasa bicara. Dan ayat wajib puasa dalam surat al-Baqarah itu dialamatkan buat orang beriman. Lalu di antara sifat orang itu ialah "fal yaqul khairan aw liyasmut" (berkata baik atau lebih baik diam saja).
Wallahu a'lam.

=====================
Oleh: Dudung Bashari Alwi
engajian Ramadhan(8)
Ceramah Ramadhan 4: Makna Imsak
Dimuat Kamis, 30 November 2000


MAKNA IMSAK

"Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertakwa." (Al-Baqarah:183)

Secara ringkas, ayat di atas dapat ditafsirkan bahwa Allah telah mewajibkan puasa kepada orang-orang yang beriman sebagai upaya pembersihan jiwa, pengekangan hawa nafsu dan perwujudan kehendak-Nya untuk melebihkan derajat manusia dari binatang yang tunduk hanya pada instink dan hawa nafsu. Berpuasa merupakan syariat yang juga telah diwajibkan atas umat terdahulu, maka kita —sebagai orang-orang yang dituju oleh ayat ini— tidak seharusnya merasa berat untuk melakukannya. Karena dengan puasa itu Allah bermaksud menanamkan ketakwaan diri dan mendidik jiwa kita.

Berangkat dari penafsiran di atas bahwa puasa dimaksudkan untuk membersihkan jiwa, mengekang hawa nafsu, menanamkan ketakwaan diri serta mendidik jiwa, kita akan berusaha mengurai kata al-Shiyâm dari sudut linguistiknya.

Apabila kita mencoba untuk melihat akar kata al-Shiyâm dalam ayat ini dengan kacamata etimologi, kita akan mendapatkan bahwa kata ini berasal dari tiga komponen huruf, yaitu Shâd, Waw dan Mîm. Dengan berpedoman pada tiga huruf inti ini, maka kata ini secara umum akan berarti 'menahan diri untuk tidak melakukan suatu perbuatan', atau dapat diungkapkan pula —dalam bahasa Arab— dengan kata 'al-Imsâk'. Dengan demikian, dari sini kita dapat mengetahui bahwa kata al-Shawm dapat diartikan juga dengan al-Imsâk, karena batasan awal larangan untuk makan, minum dan melakukan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa adalah pada suatu saat yang banyak kita kenal dengan al-Imsâk itu.

Datangnya agama Islam di Jazirah Arab tidak hanya memberikan dampak positif pada moral dan etika bangsa Arab yang masih terpuruk dalam kesesatan, tetapi dampak itu juga terasa sangat tajam pada perubahan makna dalam perbendaharaan kata Arab. Sebagai contoh, kata al-Zakâh. Sebelum datangnya Islam, kata ini diartikan dengan 'suci'. Kemudian pada saat zakat disyariatkan dalam Islam, kata ini mulai berganti makna sebagaimana yang kita ketahui sekarang ini. Begitu juga dengan kata 'al-Kâfir', 'al-shalât', dan lain-lain. Kata al-Imsâk memang masih terpakai dalam makna aslinya, meskipun Islam telah memberikan pengertian baru baginya. Misalnya pada pemakaiannya dalam bentuk verbal, kita mendapatkan kalimat "amsik lisânak" berarti 'tahan (jaga) ucapanmu!'. Tetapi arti yang seperti itu tidak lagi terlintas dalam pikiran apabila konteks pengucapannya dihubungkan dengan bulan suci Ramadan atau dengan hari-hari puasa secara umum.

Setelah kita mengetahui bahwa kata al-Shiyâm dalam ayat di atas secara etimologis berarti al-Imsâk (menahan), maka kita akan mencoba merenungkan kembali makna yang tersirat dari ayat tersebut. Di atas telah diungkapkan bahwa puasa adalah suatu upaya pembersihan jiwa, pengekangan hawa nafsu dan perwujudan kehendak-Nya untuk melebihkan derajat manusia dari binatang yang tunduk hanya pada instink dan hawa nafsu. Islam tidak mengenal dunia kependetaan yang bersikap tak acuh terhadap keduniaan. Tetapi Islam, sebagai agama, tentunya sudah pasti memiliki sisi-sisi kezuhudan yang mengendalikan manusia untuk tidak cinta dunia dan melakukan kemungkaran. Maka dari itu dalam surat al-Qashash:77 Allah memerintahkan kita untuk memberikan porsi yang semestinya bagi kehidupan dunia dan akhirat kita. Pemberian porsi 'yang semestinya' inilah yang selalu menjadi titik lemah manusia yang telah dianugerahi dengan akal dan hawa nafsu.

Untuk melakukan hal itu, manusia memerlukan suatu pengorbanan yang luar biasa. Karena, hal itu berarti dia harus berusaha untuk selalu mengekang hawa nafsunya. Salah satu wujud dari pengekangan hawa nafsu yang paling nyata adalah puasa (menahan) untuk tidak melakukan segala yang diharamkan, dan bahkan beberapa hal yang dihalalkan. Tetapi memang itulah esensi puasa, yang dimaksudkan untuk mendidik jiwa agar bersabar dan bertakwa. Dan yang lebih penting dari itu semua, kita sebagai orang muslim harus merasa bahwa puasa adalah salah satu jalan Allah untuk mendidik jiwa kita agar kita bersabar, dan kita sebagai manusia harus berusaha untuk merasakan kenikmatan dalam melakukan kesabaran. Karena pada dasarnya kemurkaan Allah tidak hanya berbentuk musibah dan petaka yang bisa diindera oleh manusia. Ketiadaan rasa nikmat pada saat kita bersabar itu pun merupakan suatu petaka bagi kita.

Dengan bentuk lain, ungkapan di atas telah disampaikan pula oleh salah seorang nabi dari Banû Isrâ’îl. Diriwayatkan bahwa pada suatu ketika ada seorang Yahudi berkata kepada Nabi itu, "Aku tidak pernah berdzikir, tetapi mengapa Allah tidak menghukumku?" Sang Nabi menjawab, "Kamu telah dihukum oleh Allah, tetapi kamu tidak merasakan hukuman itu. Ketika Allah tidak memberimu kenikmatan dalam berdzikir kepada-Nya, maka pada saat itulah sebenarnya kamu sedang berada dalam hukuman-Nya." Allâhumma a‘innâ ‘alâ dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibâdatika. Wallâhu a‘lam bi al-shawâb.

=========================
Oleh Abdul Hafidz Zaid al-Kindy
engajian Ramadhan(9)
Fikih Puasa 4: Hal-hal Yang Membatalkan Puasa Yang Hanya Mewajibkan Qadla' (Tidak Kafarat)
Dimuat Jum'at, 1 Desember 2000


Hal-hal yang membatalkan puasa ada dua macam: yang mewajibkan qadla' saja (tidak kafarat), dan ada yang mengharuskan qadla' dan kafarat. Kali ini, kita akan menampilkan yang pertama, yang mewajibkan qadla' saja, menurut 4 mazhab besar : Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanbaliyah.

A. Mazhab Hanafiyah

Hal-hal yang membatalkan puasa, dalam mazhab Hanafiyah ini terbagi ke dalam 3 kelompok besar. Pertama, memakan/menelan/meminum sesuatu yang tidak selayaknya ia makanan. Masuk dalam kelompok ini adalah hal-hal berikut:
• memakan beras mentah.
• makan adonan tepung yang tidak dimasak.
• menelan obat-obatan (tanpa maksud yang jelas).
• Memakan buah yang belum masak.
• Memakan sisa-sisa makanan di mulut sebesar kacang Arab (sama dengan setengahnya kacang tanah).
• Memakan garam banyak dengan sekali telan juga mewajibkan qadla' (tidak kafarat), berbeda jika menelannya sedikit-sedikit, maka selain qadla' puasa ia juga wajib membayar kafarat.
• Memakan biji-bijian.
• Memakan/menelan kapas, kertas atau kulit, kerikil, besi, debu, batu, uang kertas/perak atau sejenisnya.
• Memasukkan air atau obat ke dalam tubuh dengan cara menyuntukkan melalui lubang kemaluan, hidung, atau tenggorokan.
• Meneteskan minyak ke dalam telinga (bukan air, karena air tidak bisa meresap lebih jauh ke dalam).
• Masuknya air hujan atau salju ke dalam tenggorokan tanpa sengaja, dan dia tidak menelannya.
• Sengaja muntah-muntah, atau mengeluarkan muntah dengan paksa lantas ditelankannya kembali, jika muntahannya itu memenuhi mulut; atau walaupun tidak sampai memenuhi mulut namun yang kembali tertelan minimal menyamai biji kacang Arab, sementara dia sadar bahwa dia puasa. Namun jika muntahan itu terjadi dengan tanpa sengaja; atau kalaupun muntah secara disengaja namun muntahannya tidak memenuhi mulutnya; atau saat muntah dia lupa bahwa dia sedang puasa; atau muntahannya itu berupa lendir, tidak makanan; maka puasanya tidak batal. Ini berdasar hadis "Barang siapa muntah dengan tanpa sengaja maka dia tidak wajib mengqadla, namun jika sengaja muntah-muntah maka diwajibkan mengqadla'".

***

Jenis kedua adalah memakan/meminum/menelan makan-makanan atau obat-obatan karena ada udzur, baik itu berupa penyakit, dipaksa, memakan/meminum/menelan secara keliru, atau karena menyepelekan, atau karena samar. Masuk dalam kategori ini adalah hal-hal berikut ini:
• Masuknya air kumur ke dalam perut secara tak sengaja.
• Berobat dengan cara membedah tubuh bagian kepala atau perut, lantas obat yang dimasukkan mencapai otak atau perut.
• Orang tidur yang dimasuki air ke dalam tubuhnya dengan sengaja.
• Orang perempuan yang membatalkan puasanya dengan alasan khawatir sakit karena melaksanakan suatu pekerjaan.
• Makan atau bersenggama secara syubhat/samar, setelah ia melakukan hal itu (makan atau senggama) karena lupa.
• Makan setelah ia berniat puasa pada siang hari.
• Seorang musafir (orang yang bepergian) yang makan saat niat puasanya dilakukan pada malam hari setelah ia memutuskan untuk menetap (mukim) di tempat ia berada.
• Makan/minum/senggama pada saat fajar telah terbit, namun ia ragu apakah fajar telah terbit.
• Makan/minum/senggama pada saat matahari belum terbenam, namun ia menyangka bahwa matahari telah terbenam (telah maghrib).

CATATAN
Seorang yang makan atau melakukan hubungan badan sejak sebelum terbitnya fajar, kemudian fajar terbit, maka jika ia langsung menghentikannya atau memuntahkan makanan yang ada di mulutnya, maka hal tersebut tidak membatalkan puasanya.

***

Jenis ketiga adalah pelampiasan nafsu seks/birahi secara tak sempurna. Masuk dalam kategori ini adalah hal-hal berikut:
• Keluarnya mani dikarenakan berhubungan badan dengan mayit atau binatang atau anak kecil yang belum menimbulkan syahwat.
• Keluarnya mani karena berpelukan atau adu paha.
• Keluarnya mani karena ciuman atau rabaan.
• Perempuan yang disetubuhi saat ia tertidur.
• Perempuan yang menetesi kemaluannya dengan minyak.
• Memasukkan jari yang dibasahi dengan minyak atau air kedalam anus, lantas air atau minyak itu masuk ke dalam.
• Bercebok sehingga ada air yang masuk ke dalam melalui anus.
• Memasukkan sesuatu sampai tenggelam seluruhnya (kapas, kain, atau jarum suntik, dll) ke dalam anus.(Jika tidak tenggelam seluruhnya, maka tidak membatalkan puasa)
• Perempuan yang memasukkan jarinya yang dibasahi dengan minyak atau air ke dalam vaginanya bagian dalam.

***

B. Mazhab Malikiyah

Dalam mazhab ini, hal-hal yang mewajibkan qadla' (tanpa kafarat) ada 3 kategori berikut ini:
1. Membatalkan puasa-puasa fardlu (seperti qadla' Ramadlan, puasa kafarat, puasa nadzar yang tidak tertentu, puasanya orang yang haji tamattu' dan qiraan yang tidak membayar denda). Adapun puasa nadzar yang ditentukan, semisal bernadzar puasa hari/beberapa hari/bulan tertentu, jika dia membatalkan puasanya itu karena udzur seperti haidl, nifas, ayan, gila, sakit, dll, maka ia tak wajib mengqadla'. Namun jika uzdurnya sudah hilang sementara apa yang dinadzarkannya masih tersisa, maka ia wajib melakukan puasa pada hari yang tersisa itu.
2. Membatalkan puasa dengan sengaja pada puasa Ramadhan, selama syarat-syarat wajibnya kafarat tak terpenuhi. Seperti batalnya puasa karena udzur seperti sakit; atau karena udzur yang menghilangkan dosa seperti lupa, kesalahan, keterpaksaan; batalnya puasa karena keluarnya madzi atau mani karena melamun/melihat/memikir-mikir (sesuatu yang menimbulkan syahwat), dengan tanpa berlebihan, namun kebiasaannya keluar mani pada saat berhenti dari tindakan itu. Singkatnya, semua puasa wajib yang dibatalkannya wajib baginya mengqadla, kecuali puasa nadzar tertentu yang dibatalkannya karena udzur.
3. Membatalkan puasa dengan sengaja pada puasa-puasa sunat. Karena menurut mazhab ini, melakukan suatu ibadah sunat, hukumnya wajib melakukannya sampai sempurna. Jika dibatalkan secara sengaja maka harus mengqadlanya, dan jika tanpa jika batalnya karena udzur tidak wajib mengqadlanya.


Kesimpulannya, seseorang yang membatalkan puasa (semua jenis puasa) dengan sengaja maka ia wajib mengqadlanya, dan tidak wajib membayar kafarat kecuali pada puasa Ramadhan saja. Dan barang siapa yang batal puasanya (jenis apa saja) karena lupa, wajib baginya mengqadla (tidak kafarat), kecuali pada puasa sunat (tidak wajib qadla' tidak pula kafarat).

***
Adapun hal-hal yang bisa membatalkan puasa, dalam mazhab ini, ada 5 hal:
1. Bersengga yang mewajibkan mandi.
2. Keluarnya mani atau madzi karena ciuman, belaian, dan melihat/memikir-mikir (sesuatu yang menimbulkan syahwat) dan itu dilakukannya dengan sengaja dan terus-terusan.
3. Muntah-muntah secara sengaja, baik muntahannya itu memenuhi mulut atau tidak. Namun jika muntah itu terjadi secara tak sengaja maka tak membatalkan puasanya, kecuali jika ada muntahannya yang kembali masuk ke perut walau tak sengaja (maka batallah puasanya).
4. Sampainya sesuatu yang cair ke tenggorokan melalui mulut, hidung, atau telinga, baik itu secara sengaja, lupa, kesalahan, atau keterpaksaan. Seperti air kumur atau saat gosok gigi. Masuk dalam kategori hukum cairan ini juga, dupa dan kemenyan jika dihirup kuat-kuat sehingga masuk ke tenggorokan, asap yang diketahui (seperti rokok-pent), bercelak dan berminyak rambut pada siang hari jika rasanya sampai ke tenggorokan, jika tidak sampai ke tenggorokan tidak membatalkan puasa. Sebagaimana ia tak membatalkan puasa, jika hal itu dilakukannya pada malam hari).
5. Sampainya sesuatu ke pencernaan, baik zat cair atau tidak, melalui mulut, hidung, mata atau pangkal rambut, baik masuknya dengan disengaja, keliru, lupa atau terlanjur. Adapun suntikan pada lobang kelamin laki-laki tidak membatalkan puasa. Begitu juga halnya mengkorek-korek lubang telinga, juga menelan sisa-sisa makanan yang masih menempel di antara gigi-gigi tidak membatalkan puasa, meskipun itu dilakukan dengan sengaja.


Demikian pula masuknya segala sesuatu, baik berupa cairan atau tidak, ke dalam pencernaan melalui lubang-lubang (menuju dalam tubuh) yang berada di atas perut, baik lubang tersebut lebar atau sempit, membatalkan puasa dan wajib mengqadlanya. Beda dengan sesuatu yang masuk melalui lubang bawah (perut), ia baru dianggap membatalkan puasa jika lubang bawah itu lebar (seperti lubang anus dan kelamin perempuan), dan barang yang masuk itu berupa zat cair (tidak benda yang keras).

Singkatnya, qadla' itu wajib bagi orang yang membatalkan puasa-puasa wajib, baik itu dilakukannya dengan sengaja, lupa, keterpaksaan; baik pembatalannya itu haram, boleh, atau wajib seperti orang yang membatalkan puasanya karena kekhawatirannya akan sesuatu yang fatal (jika ia puasa); baik pembatalan itu juga mewajibkan kafarat atau tidak; baik puasa fardhu itu asli atau puasa nadzar.


(bersambung)
==================
Dirangkum dari buku: THE ISLAMIC JURISPRUDENCE AND ITS EVIDENCES, Jilid III, karya Prof. Dr. Wahbah Al Zuhaily. (Tim penerjemah: Hendra Suherman, Eva Fachrunnisa, Ali Mu'in Amnur, dan Zaimatussa'diyah)